Thursday, December 31, 2015

Sebuah Akhir Menuju Awal

What do you wanna do in the top of this year? And, what will you do in the next year? Malam ini pertanyaan-pertanyaan ini tiba-tiba  terbetik begitu saja di kepala ketika baru teringat kalau malam ini adalah malam puncak dari sebuah perjalanan panjang dua belas bulan yang telah saya lewati selama kurun waktu satu tahun ini.

Berbeda dari orang-orang yang banyak beranggapan bahwa moment pergantian tahun adalah sesuatu yang sakral, sesakral sebuah ritual keagamaan yang sepertinya mesti dirayakan, bagi saya seperti biasa tidak ada yang spesial apalagi sakral, karena yang saya temukan hanyalah waktu yang terus bergerak tanpa henti menggilas segala sesuatu yang ada di hadapan kita.

Wednesday, December 9, 2015

Kopeng

Setelah selama ini ruang lingkup perjalanan saya hanya berkisar antara kos-kosan, kampus, dan lokasi sekitar tempat tinggal yang tidak seberapa jauh dari lokasi kampus, akhirnya hari ini saya harus berterima kasih kepada “orang-orang” baru yang kini hadir dalam kehidupan saya. Habib, Ediwan, Iqlima, Yuli, Alfin, Tanti, dan Yudi, mereka adalah beberapa sahabat baru yang kini hadir dalam kehidupan saya semenjak saya hijrah ke kota ini. dan siang tadi berkat ajakan mereka ke sebuah tempat bernama Kopeng akhirnya saya mulai lebih mengenal tempat-tempat baru yang ada di negeri ini.

Kopeng, sebuah nama yang tentu saja asing di telinga saya. Namun itulah nama tempat yang menjadi destinasi kami siang tadi, ketika kami mengadakan survei tempat untuk acara kemah bahasa yang akan kami helat tidak lama lagi. Terus terang pada awalnya saya tidak tahu kemana tujuan mereka mengajak saya survei, letak tempat tujuan kami sendiri saya tidak tahu, yang kutahu bahwa kita mau pergi ke Kopeng, itu saja. Dan saya pun hanya manut saja mengikuti kemana mereka membawa saya.

Tuesday, December 1, 2015

Desember Yang Basah

Memasuki pekan pertama di bulan terakhir dari tahun 2015, bulan Desember. Hujan hampir tak pernah absen tiap harinya, membasahi tiap jengkal tanah di kota ini. Benar-benar Sebuah Desember yang basah, begitulah tag-line yang terbersit di kepala ketika tanpa terasa waktu telah membawa saya pada detik ini. Detik yang menunjukkan bahwa waktu terus beranjak, bergerak tanpa mengenal istilah berhenti, hingga mampu menjungkir balikkan “keadaan” yang kujalani.

Lalu, “Apa yang telah kamu lakukan selama setahun terakhir?Apa kiranya yang akan kamu lakukan di penghujung tahun yang sudah tinggal menghitung waktu ini?” Pertanyaan-pertanyaan ini tiba-tiba berkelebat begitu saja, berkelindan tak tentu arah, ketika saya baru menyadari bahwa kini sudah mendekati penghujung tahun.

Friday, November 27, 2015

Dear Purnama 20151127

Dear Purnama..

Sepertinya memang belum saatnya aku bosan menulis tentang hujan, walau kuakui pernah terbersit sesaat untuk menghentikannya. Namun kenyataannya tiap kali hujan datang dengan segala irama di tiap rintiknya, masih saja selalu membuatku terpesona tanpa jeda.

Lalu, bersamaan dengan hujan yang beberapa hari ini kerap bertandang, saat ini pun saya sedang menikmati segala rutinitas baru yang kujalani di kota ini. Satu persatu mulai kujumpai sosok-sosok baru yang kini hadir memainkan peran dalam lakon kehidupan yang kujalani. Seperti halnya sebuah pentas drama, protagonis dan antagonis menempati perannya masing-masing sesuai porsinya. Dan aku.., aku sedang benar-benar menikmatinya, walau barangkali kehadiranku hanyalah sebatas pemeran figuran di dalam kehidupan “m e r e k a”.

Ah, lagi-lagi hujan datang, Purnama. Bahkan di saat hari menjelang tutup usia..


Semaki Kulon, 27112015 M.

Monday, November 9, 2015

Pulkam

Awal November yang cukup melelahkan. Selama dua minggu harus menjalani rutinitas “peras otak” atau yang biasa mereka sebut dengan sebuah Ujian Tidak Serius. Ya, dunia baru ini mengharuskan saya menjalani rutinitas ini dengan segenap kemampuan saya yang apa adanya, dan sebagai pendatang baru di kota ini dan terlebih khusus lagi di institusi ini, hal ini menjadi dunia baru yang harus saya selami untuk beberapa waktu ke depan.

Setelah dua minggu berkutat dengan kegiatan otak ini, sementara saya ingin terlepas dari segala rutinitas ini, untuk itu sejak jauh hari sebenarnya saya sudah merencanakan untuk melepaskan diri sementara dari rutinitas akademik yang cukup melelahkan ini. Dan saya memilih untuk pulang ke kampung halaman, karena ada beberapa berkas yang harus saya ambil di rumah. Oh iya, tanpa terasa ternyata sudah tiga bulan saya berada di kota ini pasca kepulangan saya dari “negeri” nun jauh di Afrika sana. Dan ini akan menjadi kepulangan saya yang pertama sejak kepergiaanku, terhitung sejak kepulangan saya dari negeri antah berantah di benua afrika sana.

Sunday, October 11, 2015

Titik Nol

Seperti sebuah perjalan berputar, di kota ini saya mulai menemukan titik terang dari duniaku walau pada akhirnya harus kembali ke titik awal di mana perjalanan ini pernah dimulai. Atau, kembali ke “Titik Nol”, begitu yang terlintas di dalam benak ini ketika beberapa saat merenungkan perjalanan saya di kota yang baru ini. Satu persatu kota ini mulai membuka jalan untuk saya jelajahi, dunia baru, ilmu-ilmu baru, ruang lingkup pemikiran baru, dan tentunya sebuah pengalaman baru bagi saya yang benar-benar buta akan keberadaan “dunia” ini.

Pelajaran yang terdetik hari ini, “Tidak ada yang sulit selama kita masih ada rasa ingin terus belajar, meski harus kembali ke Titik Nol, mengulang beberapa perjalanan panjang yang telah kita lalui. Kuncinya adalah sabar, dan terus berusaha melawan bebabagai tekanan dari dalam diri dan cobaan yang barangkali akan kita jumpai di waktu yang akan datang.” Dan sabar adalah bom waktu yang benar-benar menjadi tatantangan terberat saya saat ini. Semoga saya bisa menjalani semua ini, karena perjalanan ini masih begitu panjang..


Semaki Kulon, 11 Oktober 2015

Wednesday, September 30, 2015

Dalam Pengasingan

Dimanakah gerangan keberadaan saya? Apa yang sedang saya lakukan saat ini? Mengapa pada akhirnya saya memilih jalan berliku ini? Barangkali pertanyaan-pertanyaan seperti ini sedang berkecamuk di dalam benak mereka yang baru saja menyadari kehengkangan saya dari dunia mereka. Khususnya teman-teman dekat saya. Yah, pada beberapa orang saya memang sengaja pergi tanpa ada pesan atau pun pemberitahuan, bahkan pada teman-teman tedekat sekalipun, hingga sekarang saya berada di kota asing ini.

Entah benar atau salah, saya lebih memilih terlepas dari dua prasangka ini ketika saya memilih untuk melepaskan diri dari dunia mereka dan duniaku yang sebelumnya. Kalau boleh jujur, terus terang untuk sementara ini sengaja saya ingin berada di luar jangkauan siapa pun, sekedar ingin fokus menata dan memperbaiki diri dari kesalahan di masa lalu, berusaha membangun kembali puing-puing harapan, mengejar ketertinggalan, dan mencoba keluar dari bayang-bayang kegagalan.

Dan, konsekwensinya untuk sementara ini saya harus merelakan segala sesuatu yang berada di masa sebelumnya, termasuk teman, sahabat, kenangan, dan lainnya. Tapi bukan berarti saya ingin melupakan semuanya, bukan! Saya hanya ingin terlepas untuk sementara dari dunia mereka sambil lalu menemukan dunia saya yang baru. hingga suatu saat nanti saya berharap bisa terlahir kembali sebagai sosok  “m a n u s i a”  seutuhnya. Untuk itu, hanya kata Maaf, itu barangkali yang bisa saya ucapkan saat ini karena sudah terlalu banyak berbohong pada  m e r e k a.

Lalu, di sinilah  d u n i a k u  sekarang. Di kota pengasingan ini saya mencoba membangun kembali serpihan mimpi-mimpi yang telah lama berserak, membangun persahabatan dengan orang-orang baru, dan mencoba berbaur dengan berbagai komunitas baru dengan segala keterbatasan yang ada. Harapan saya, semoga kota ini banyak memberi warna baru dalam hidup saya, dan semoga segala  r a h a s i a  yang ada di balik semua ini bisa menuntunku hingga saya mampu menemukan apa yang saya cari selama ini.

Selanjutnya, biarlah waktu berbagi cerita tentang segala hal yang ada di balik perjalanan saya di kota ini..


Hello from the other side, my fella..

Semaki Kulon, Akhir September 2015 M.

Tuesday, September 15, 2015

Sempitnya Dunia

Dunia ini tak selebar daun kelor, begitu pepatah lama mengatakan. Hal ini baru saja saya rasakan ketika tanpa sengaja saya berjumpa dengan salah satu teman seangkatan waktu di pesantren dulu. Lalu gugur sudah usahaku untuk mengasingkan diri dari “dunia”. Tapi itu bukan lantas menjadi masalah, saya justru senang akhirnya bisa berjumpa beberapa kawan lama setelah berapa hari ini merasa sendiri di kota ini.

Sebutlah si Fulan, teman yang tiba-tiba saja saya jumpai di tengah jalan tadi. Rupanya dia sudah lama tinggal di kota ini dan konon beberapa kali dia sempat melihat saya dari kejauahan di sekitar tempat ia membuka bisnis. Ya, rupanya  kawan saya ini sudah menjadi bos sebuah stan kuliner di kota ini, dan letaknya tidak seberapa jauh dari tempat tinggal saya.

Monday, September 14, 2015

HIJRAH

Seperti mengarungi sebuah lorong waktu dan tiba-tiba saja saya terhempas ke dalam sebuah dimensi yang benar-benar berbeda dari sebelumnya. “Hijrah”, begitulah kata yang terlintas ketika saya merenungi “perjalanan” panjang yang untuk sementara berujung di “kota” ini.

Sudah satu mingguan ini saya mulai menjalani rutinitas dan kegiatan di duniaku yang baru ini. Dengan segala keterbatasan yang ada, saya mencoba berbaur dengan komunitas baru, bertemu dengan orang-orang baru, membangun persahabatan dan interaksi sosial baru, dan dalam waktu yang singkat tentu saja saya dituntut untuk menyesuaikan diri secepat mungkin dengan keadaan yang benar-benar asing ini.  Sejauh ini alhamdulillah berjalan dengan baik walau harus banyak mengejar ketertinggalan dan memburu sisa kesempatan.

Saturday, August 8, 2015

Negeri Kinanah; Episode Terakhir

Ketika kita sudah berdiam lama di suatu tempat, hal yang paling berat untuk dilakukan setelahnya adalah meninggalkannya. Begitulah waktu mengajarkan pada saya, ketika tiba masanya saya benar-benar harus meninggalkan negeri ini, negeri yang sudah saya anggap sebagai rumah kedua setelah negeri kelahiranku sendiri. Waktu bergerak tanpa saya sadari, saya pun sudah tidak berani berhitung dengan angka-angka matematika lagi, untuk mengkalkulasikan sudah berapa banyak kiranya waktu yang telah saya habiskan di Negeri ini, sebab detik demi detik yang telah saya jalani telah membuat jejak-jejak kenangan yang membuat saya jauh lebih berat lagi untuk meninggalkannya.

Mungkin memang tidak banyak yang saya dapatkan selama perjalan panjang yang telah saya habiskan di negeri ini. Tapi satu hal yang tidak akan pernah saya lupakan, bahwa negeri ini dan Al-Azhar khususnya telah mengajarkan pada saya satu hal yang tidak pernah diajarkan kampus manapun, satu hal itu bernama, “P e n g a l a m a n”. Saya tidak pernah menyesal karena terpaksa kembali dengan keadaan seperti ini. Saya tidak pernah menyesal telah ditakdirkan untuk singgah dan menginjakkan kaki di tanah berpasir negeri ini. justru saya sangat bersyukur telah menjadi salah satu manusia luar yang diperkenankan singgah dan menginjakkan kaki di bumi para nabi ini. Saya yakin Tuhan-ku pun tidak serta merta berbuat begitu saja telah menakdirkan saya singgah di Negeri ini.

Terima kasih Allah, Terima kasih Mesir, Terima kasih Al-Azhar, Terima kasih pada segala kenangan yang akan mengabadi di negeri ini. Terima kasih pada tiap jengkal tanah negeri ini yang telah mengizinkan kakiku untuk menjejak di atasnya. Terima kasih pada dinding-dingding peradaban yang biasa menjadi tempat berkeluh kesah kala hati gundah. Terima kasih pada lorong-lorong sempit yang biasa kuarungi, yang telah mengajarkan bagaimana indahnya sebuah perjalanan. Terima kasih, terima kasih, da terima kasih.

Dulu waktu yang membawa saya ke negeri ini, dan kini waktu pula yang membawa saya pada detik sekarang ini, detik dimana saya harus benar-benar menentukan pilihan. Selama perjalanan ini, satu hal yang selalu saya tekankan pada diri, bahwa setiap diri seseorang pasti memiliki perjalanan hidupnya masing-masing, dan inilah perjalanan saya, perjalanan panjang  yang memang harus saya lalui, sebuah nasib yang barangkali memang sudah ditetapkan oleh pemilik  “t u n g g a l”  perjalanan itu sendiri. Dari awal saya sepenuhnya sadar bahwa saya hanya  “s i n g g a h”  sementara di negeri ini, karena hidup sejatinya adalah sebuah perjalanan panjang, dan perjalanan ini akan terus berlanjut hingga saya dapat menemukan muara dari semua pencarian selama ini.

Dan kini tiba saatnya bagi saya melanjutkan perjalanan, beranjak dari perjalanan satu ke perjalanan lainnya. Harapan dan doa, selalu terpanjat dalam tiap detik yang saya lewati.  Semoga dengan begitu panjangnya perjalanan, dan berlikunya waktu yang saya lalui ini, nantinya saya tidak lupa jalan menuju  p u l a n g.

Sampai Jumpa, Mesir
Sampai Jumpa, Al-Azhar
Sampai Jumpa, Ranah Kinanah


Mutsallas, 7-8 Agustus 2015 M. 

Thursday, July 16, 2015

Senja Terakhir Bulan Ramadhan

Menikmati senja terakhir bulan Ramadan 1436 H, kembali mengingatkan saya pada detik demi detik waktu yang selalu beranjak demikian cepat, bergerak dinamis seiring desah nafas yang kita hirup setiap saat. Entah sudah berapa banyak waktu yang telah saya habiskan, entah sudah seberapa jauh perjalan yang telah  saya tempuh untuk menyusuri  tiap inci dari tanah yang saya pijak, semuanya sudah tidak menjadi penting ketika sudah berakhir menjadi masa lalu.

Dan, sekarang hanya tinggal satu harap yang tersisa dari perjalanan waktu yang mengirinngi; semoga saya tidak termasuk ke dalam golongan orang-orang yang benar-benar m e r u g i .


Balkon, 16 Juli 2015 M. 

Monday, July 6, 2015

Husein, 05 Juli 2015 M.

Ada kebahagiaan ketika aku benar-benar sendiri. Sepi.
Bebas berevolusi
Mengekspresikan diri dengan segenap kemampuan imaji

Ada kesedihan tatkala kumerasa benar-benar sendiri. Sepi.
Tertindas sunyi
Tak tahu kapan semua peredaran akan berhenti

Husein, 05 Juli 2015 M.

Tuesday, May 5, 2015

Dear Purnama, 20150505

Dear Purnama..

Seperti hari-hari biasanya, mentari senja datang dan pergi mengitari waktu tak terbatas yang ia miliki. Dan hari ini untuk kesekian kalinya di tepian balkon ini, aku menyaksikannya tenggelam di batas kota. Mengingatkanku pada menipisnya waktu yang kumiliki, sedang aku masih belum mampu berbuat banyak. Dusta rasanya jika saat ini saya tidak merasa takut, aku takut kalau suatu saat saya benar-benar tenggelam dan tak muncul ke permukaan lagi.

Purnama, kini saatnya aku mulai menghitung mundur perjalanan ini, dan sebelum tiba saatnya aku pergi, aku ingin mengemas semua kenangan ini..


Balkon, 5 Mei 2015 M.

Thursday, January 15, 2015

Baca! Baca! Baca!

Alqaari´u La Yuhzamu, “Orang yang suka membaca tak dapat tekalahkan.“ Begitulah kira-kira pesan yang ingin disampaikan oleh Anis Mansour dalam salah satu tulisannya. Dan saya pun sangat mengamini apa yang disampakan oleh penulis kawakan Mesir ini. Membaca memang merupakan hal yang penting bagi kehidupan siapa pun yang menyadari akan pentingnya sebuah ilmu. Lebih-lebih insan akademis yang masih duduk di bangku sekolah atau masa perkuliahan.

Dari sebuah jurnal tahunan pesantrenku, saya juga sempat membaca sebuah artikel menarik yang ditulis oleh salah satu guru semasa di pesantren dulu, pada salah satu poinnya beliau menulis bahwa, “Bonafiditas atau nama besar sebuah perguruan tinggi tidak otomatis menjamin kualitas alumninya, tetapi kualitas alumninya tergantung sejauh mana mahasiswa tersebut memberdayakan dirinya sendiri dengan mengakses banyak informasi“. Dan salah satu cara mengakses banyak informasi menurut saya adalah dengan : membaca!