Friday, November 29, 2013

The Last Gaze

.....
I'll fly away tomorrow
To far away
I'll admit a clich
Things won't be the same without you
............................
(Adelaide Sky-Adhitya Sofyan)

( 12/11/2013/12:45 ). Mendung berarak pelan, menyelimuti segenap batas cakrawala yang ada di atas kota kelahiranku, seketika gelap mendekap bumi. Bus merambat pelan meninggalkan salah satu loket tiket yang sekaligus berfungsi sebagai halte di kecamatan Tanah Merah. Tanpa terasa kini tiba waktuku untuk kembali meninggalkan negeri ini setelah sebelumnya kurang lebih selama lima bulan menghabiskan masa liburan di kampung halaman.

Waktu beranjak demikian cepat. Bersamaan dengan melajunya Bus antar propinsi yang akan menghantarkan saya menuju ibu kota sebelum besok bertolak ke Cairo, pandangan saya tak bisa lepas dari kaca jendela bus yang sengaja saya biarkan dengan tirai terbuka. Pepohonan dan perumahan di pinggir jalan sepanjang “Bandar“ kecil ini terlihat berlarian dan berkejaran, seakan mengejar waktu yang tanpa henti terus bergerak dan beranjak bersamaan dengan laju Bus yang saya tumpangi.

Tuesday, November 5, 2013

MONKASEL

So amazing day! Having fun with my best “Girl Friends”, barangkali ini adalah detik-detik terakhir dari segala petualangan saya di kota ini, karena beberapa hari lagi saya harus kembali lagi ke kota Cairo. Dengan begitu berarti habislah sudah masa liburanku di kota ini. Dan di hari-hari terakhir ini cukup menyenangkan bagi saya karena masih sempat berkumpul dengan beberapa teman sekaligus jalan-jalan mengelilingi kota Surabaya.

Bersama Naimah, Dina, Isnaah, Tia, Ifa, dan saya sendiri sebagai mahluk terganteng di antara lima kaum hawa itu. Bagi yang melihatnya mungkin akan berpikiran aneh, seorang lakiki-laki nyempil di antar lima mahluk halus berjenis kelamin perempuan, tapi saya tak ambil pusing di-pede-pedein aja berjalan kesana kemari bersama mereka, karena moment seperti ini begitu berharga bagi saya.

Monday, November 4, 2013

Ranah Djauhari

Tayaqqadu...! Tayaqqadu Ya Niyaam!“, Suara Muaállim bagian peribadatan terdengar begitu nyaring dari pengeras suara yang berada di puncak kubah Masjid, petanda bahwa sudah tiba waktunya para santri yang tengah terlelap dalam alam bawah sadarnya, harus merelakan sebagian mimpi indahnya terenggut begitu saja, termasuk saya yang sejak semalam menginap di Ranah Djauhari ini. Tempat di mana dulunya selama 6 tahun saya pernah diasah, diasuh, dan diasih.

Kebetulan saya menginap di kamar salah satu kawan yang kebetulan berada di bagian kanan Masjid, jadi cukup jelas suara Muallim tadi terdengar di telinga saya. Saya pun segera memicingkan mata, melihat jam digital di Android yang saya letakkan tidak jauh dari tempat tidur, jam 03:05. Ah, malam masih menyisakan senyap. Saya bangkit dari tempat pembaringan dan duduk sejenak mengumpulkan “ruh“ yang semalam berkeliaran entah kemana.