Friday, July 5, 2013

Kota Kenangan; Jejak Yang Tersisa (3-habis)

Tulisan ini merupakan sambungan dari : "Kota Kenangan; Berlabuh" dan "Kota Kenangan; Dua Tahun Lalu.."

Panas kembali menjalari sekujur tubuh sejak saya keluar dari Toko Buku Togamas sepuluh menit yang lalu, di luar rupanya matahari bersinar cukup terik dan sudah sedikit condong ke arah barat. Dengan menaiki jembatan layang yang sama saya kembali ke sebrang KBS tempat semula saya turun dari bus pagi tadi. Di bawah jembatan ternyata sudah ada sebuah angkot kosong yang sepertinya sedang menunggu penumpang.

“Kemana, Mas?“, Sapa sang sopir ketika baru saja saya sampai di anak tangga terakhir jembatan layang.

“Royal, Pak!“, Jawabku dengan sedikit mengankat suara. 

“Silahkan naik, Mas“, Bapak supir berperawakan ramah itu mempersilahkan saya duduk di depan, disamping bapak supir yang sedang bekerja. Selepas saya naik angkot dengan saya yang berperan sebagai penumpang semata wayang tersebut, sang sopir langsung menyalakan mesin dan meluncur ke arah selatan melintasi kawasan Terminal Joyoboyo dan DTC, dua tempat yang cukup banyak menyimpan kenangan dalam perjalanan hidup saya. Lagi-lagi memori saya terhempas pada empat tahun-an yang lalu. saat  awal-awal saya mulai sedikit mengenal desah nafas dan hiruk pikuk di kota ini. Ah, tapi kini semuanya hanya tinggal kenangan, tidak lebih.

Angkot berjalan pelan menyusuri jalanan yang terbilang cukup padat saat ini, saya tahu bapak supir itu sengaja memperlambat laju kendaraan yang ia kendarai ini berharap ada penumpang lain yang dapat ia tarik agar menaiki angkotnya. Saya tidak terlalu ambil pusing karena saya juga tidak terlalu terburu-buru untuk sampai di Royal Plaza. Malah saya lebih asyik menikmati perjalanan ini dengan cara saya sendiri. Mengamati sesaknya jalanan sambil sedikit-sedikit membuka memori lama yang mengendap di dasar ingatan saya.

Jarak antara KBS dan Royal Plaza sebenarnya tidak terlalu jauh, kira-kira lima belas menit kemudian saya sudah turun dari angkot dan sampai di depan gedung megah empat lantai yang menjadi salah satu pusat perbelanjaan kebanggaan kota ini. Dari tempat saya turun saya masih harus menyebrang ke sisi jalan sebelahnya untuk sampai ke depan pusat perbelanjaan itu. Sialnya tidak ada jembatan penyebrangan di depan Mall ini, mana lagi lalu lintas begitu padat. Dengan sangat hati-hati akhirnya saya memberanikan diri memotong arus beberapa kendaraan yang seakan tiada henti itu. 

Royal Plaza. Saya teringat dua tahun lalu, ketika saya dan beberapa sahabat beberapa kali sempat ngadain kopdar di tempat ini. Tanpa terasa sudah dua tahun saya meninggalkan Negeri ini, dan khususnya kota ini. Tak pelak lagi sejak menginjakkan kaki di ujung pelabuhan tadi pagi, hingga sampai di tempat ini otak saya tak berhenti memutar ulang memori-memori lama yang pernah singgah dalam perjalanan saya sejak empat tahun lalu. slide-slide memori bermunculan, membentuk urutan kenangan-kenangan masa silam. Tentang hidup. Tentang sahabat. Dan tentunya, tentang cinta.

Kini terik matahari sudah menjalar ke ubun-ubun. Saya segera memasuki pelataran Royal Plaza begitu selesai menyebrangi jalan. Berbaur dengan ramainya pengunjung yang tampak menyemut di lantai dasar dari pusat perbelanjaan itu. Selanjutnya saya menaiki salah satu escalator untuk menuju lantai berikutnya. Waktu sudah melewati tengah hari. Dhuhur sudah memasuki waktunya sejak satu jam-an yang lalu. Beruntung saya sudah menunaikan Shalat Dhuhur di Toga Mas tadi, jadi saya tidak usah repot-repot ke muhalla lagi, karena tentunya pada jam-jam seperti ini mushalla di Mall ini akan penuh.

Kembali saya memasuki sebuah toko buku begitu sampai di lantai 2. Gramedia, toko buku yang terkenal dengan harganya yang menggila, karena rata-rata buku yang dijual disini cukup mahal dan tanpa diskon. Apa lagi bagi pecinta buku amatiran seperti saya, yang keseringan membeli buku hanya ketika ada sisa uang jajan dari Bonyok. Sebenarnya saya memasuki toko buku ini hanya untuk menghabiskan waktu karena sebelumnya saya mendapat kabar dari kawan yang ingin kopdar dengan saya kalau ia kemungkinan agak lambat datangnya.

Berada di dalam Toko Buku bagi saya memiliki keasyikan tersendiri. Saya suka sekali berlama-lama melihat deretan buku yang berjejer dan tertata rapi di dinding dan rak-rak yang ada di Gramedia ini. Selama satu jam saya berkeliling, kebanyakan hanya memandang, melihat, dan memperhatikan buku-buku yang tertata rapi tersebut, hingga akhirnya betis saya terasa gempor.

Saya sempat melihat beberapa pengunjung ada yang duduk lesehan tanpa alas di salah satu sudut toko buku. Tanpa pikir panjang saya pun segera mencari tempat teraman dan ternyaman yang mungkin bisa saya tempati. Tepat di salah satu sudut, di balik salah satu rak yang berderet tanpa basa-basi saya langsung duduk bersila sambil berpura-pura mencari buku di rak yang tepat berada di hadapan saya.

Cukup lama saya mendekam di lantai yang saya duduki. Ah, masa bodo, saya sudah tidak peduli lagi dengan keadaan sekitar, termasuk dengan pengunjung yang mondar-mandir di belakangku. Mungkin hingga satu jam lamanya saya mendekam di situ, membolak balik buku yang sama, hingga akhirnya seorang security mendatangi saya dan berujar, “Maaf Mas, nyari bukunya sambil berdiri aja ya..”. Dengan cengengesan saya segera berdiri dan merapikan ransel yang saya bawa, berharap tidak ada pengunjung lain yang melihat, dan tepat saat saya mulai berdiri dari arah kiri seorang “manusia berjenis kelamin perempuaan” mengarahkan kamera ponselnya ke arah saya, dan.. klik!  

Setelah puas mengambil gambar, mahluk “jadi-jadian” bertubuh mungil itu tersenyum (sok) manis ke arah saya. Tentu saja saya mengenal wajah tembem itu. Ah, dialah kawan yang saya tunggu sejak dua jam-an yang lalu, akhirnya datang dengan tiba-tiba di hadapanku. Masih sempat-sempatnya ia mengambil gambarku yang saat itu masih sedikit salting gara-gara tegoran security. (Ketahuilah kawan, di kemudian hari saya sempat dikirimi hasil jepretannya, and you know what? Hasilnya itu benar-benar menghancurkan reputasi “kegantengan” saya. :D). Selain penampilannya yang tampak berbeda, ternyata dia tidak banyak berubah. Masih tetap “mungil” seperti dua tahun lalu. 
 

Tak lama kemudian kami keluar dari Gramedia, dan di luar ternyata dia tidak datang sendiri, dia bersama orang lain yang kebetulan sudah saya kenal dan kebetulan juga merupakan family saya. selanjutnya kami menuju area Food Court yang berada di lantai 3, mencari tempat yang nyaman untuk ngobrol. Sayangnya area Food Court hari ini tampak penuh dengan pengunjung, kami sempat berputar-putar mencari tempat kosong namun hampir semuanya terisi, hingga akhirnya kami terdampar di salah satu sudut yang cukup lengang, walau tempatnya kurang begitu strategis tapi hingga sore menjelang kami asik-asik saja ngobrol Sambil menikmati makanan yang sebelumnya sempat kami pesan. [I]

Gerbang Madu, 05 Juli 2013 M.

No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas kunjungan dan komentar anda..^_^